LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU USAHA TERNAK
SEJARAH, SARANA DAN FASILITAS, PROSES KERJA, SERTA KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DARI USAHA PETERNAKAN UNGGAS
OLEH :
IQBAL JALIL HAFID
O 121 12 094
Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh
nilai praktikum pada matakuliah Ilmu Usaha Ternak
JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas perkenan-Nya laporan praktikum matakuliah Ilmu Usaha Ternak tentang Sejarah, Sarana dan Fasilitas, Proses Kerja, serta Kelebihan dan Kekurangan dari Usaha Peternakan Unggas dapat diselesaikan.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai sejarah peternakan unggas dan meningkatkan pemahaman mengenai proses kerja dari usaha peternakan unggas yang dikunjungi.
Laporan praktikum ini semoga dapat menjadi bahan evaluasi dan tolak ukur dalam pelaksanaan praktikum selanjutnya dan menjadi bahan perbaikan untuk masa yang akan datang.
Palu, 30 Mei 2015
Penyusun
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dengan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Komoditas ini merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional, sehingga prospek yang sudah bagus ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di pedesaan melalui pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal.
Meningkatnya kebutuhan daging unggas untuk konsumsi masyarakat dari tahun ke tahun merupakan indikasi bahwa jenis komoditi pangan hewani ini sangat diminati masyarakat karena harganya yang relatif terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, mudah diperoleh dimana-mana dan tersedia secara kontinu. Potensi meningkatnya kebutuhan konsumsi daging unggas tersebut dimanfaatkan oleh para pelaku usaha skala kecil ataupun rumah tangga untuk melakukan bisnis komoditi daging unggas sehingga bisnis komoditi tersebut berkembang dengan pesat. Ironisnya perkembangan usaha tersebut tidak diimbangi dengan penerapan aspek teknis, bahkan cenderung telah mengabaikan hak konsumen mendapatkan pangan yang aman dan layak konsumsi serta masih banyak orang awam akan usaha peternakan unggas. Oleh karena itu, dilakukan praktikum mengenai sejarah, sarana dan fasilitas, proses kerja dari usaha peternakan unggas ayam kampung dengan tujuan mengetahui kelebihan dan kekurangan dari usaha tersebut.
2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini, yaitu untuk mengetahui sejarah, sarana dan fasilitas, proses kerja, serta kelebihan dan kekurangan dari usaha peternakan unggas ayam kampung.
Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini, yaitu dapat mengetahui sejarah, sarana dan fasilitas, proses kerja, serta kelebihan dan kekurangan dari usaha peternakan unggas ayam kampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Usaha Peternakan Unggas
Peternakan unggas adalah usaha membudidayakan unggas seperti ayam, kalkun, bebek, dan angsa dengan tujuan untuk mendapatkan daging dan telur, atau juga bulu dan kotoran. Lebih dari 50 miliar ayam dipelihara setiap tahunnya sebagai sumber daging dan telur. Ayam yang dipelihara untuk menghasilkan telur disebut dengan ayam petelur, sedangkan ayam yang dibesarkan untuk menghasilkan daging disebut ayam broiler atau ayam buras. Pada tahun 2011, total produksi telur ayam dunia mencapai 65181280 metrik ton dengan nilai yang hampir mencapai US$ 54 miliar. Sedangkan produksi daging ayam mencapai 90001779 metrik ton dengan nilai mencapai US$ 128 miliar (Wikipedia, 2011).
Pemberian pakan yang tidak seimbang baik kualitas maupun kuantitasnya akan menurunkan produktivitas dan reproduktivitas ternak unggas, seperti itik, ayam lokal dan ayam Kampung. Tingkat produktivitas dan reproduktivitas ayam Kampung beragam, bergantung pada sistem pemeliharaan dan keragaman individu. Ayam Kampung umumnya memiliki kebiasaan berkeliaran sepanjang hari di alam bebas dan mencari makan pada timbunan sampah, selokan, tepi saluran air dan jalan. Hal tersebut berkaitan erat dengan kinerja reproduksi yang menurun secara nyata akibat perkawinan inbreeding secara terus-menerus (Sartika, 2005).
Ayam Kampung memiliki peran cukup penting bagi masyarakat pedesaan, yaitu sebagai penghasil telur, daging, anak, kotoran (untuk pupuk), dan bulu, serta sumber tambahan penghasilan dan sebagai tabungan hidup yang sewaktu-waktu dapat dijual (Sapuria, 2006).
Ayam Kampung dapat berkembang dengan baik pada berbagai tipologi lahan, seperti lahan gambut dan pasang surut, karena pada lahan tersebut tersedia pakan berupa serangga dan cacing sebagai sumber protein (Gunawan dan Sundari, 2003).
Produktivitas ayam Kampung tidak berbeda pada berbagai tipologi lahan, karena lebih banyak dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan. Produksi telur rata-rata berkisar antara 6 − 14 butir/periode bertelur (clutch) dan daya tetas 20 − 100%. Periode istirahat bertelur sekitar 3 − 4 kali/tahun, dengan produksi telur tiap periode bertelur 10 − 15 butir (Sulandari, 2007).
Ketinggian tempat atau topografi juga mempengaruhi produktivitas ayam Kampung. Pada dataran rendah dengan suhu lingkungan tinggi, produksi telur dan konsumsi pakan menurun. Produksi telur tertinggi dicapai pada suhu lingkungan yang optimal, karena energi yang dikeluarkan untuk pengaturan panas menjadi minimal. Produksi telur ayam Kampung di dataran tinggi rata-rata mencapai 607,60 butir/tahun, bobot telur 42,70g, daya tetas 76,80%, bobot badan 197,90 g, dan bobot karkas 60,40%. Produktivitasnya di dataran rendah lebih rendah. Produksi telur rata-rata 455,50 butir/tahun, bobot telur 38,80 g, daya tetas 79,20%, bobot badan sampai umur 6 minggu 177,29 g, dan persentase karkas 53,70%. Di dataran tinggi (680 m dpl.) ayam Kampung mampu menghasilkan telur 10,15 butir/periode bertelur, dengan daya tetas 92,20%, bobot badan anak 108,71 g, serta bobot badan jantan dan betina muda masing-masing 530,06 g dan 470,09 g. Pada dataran rendah (190 m dpl.), produksi telur 10,22 butir/periode bertelur, daya tetas 78%, bobot badan anak 91,26 g, serta bobot badan jantan dan betina muda masing-masing 508,07 g dan 496,56 g (Nataamidjaja et al., 1990).
Pemeliharaan secara intensif memberikan hasil lebih baik dimana bobot badan jantan dan betina umur 5 bulan, produksi telur, frekuensi bertelur, daya tunas, dan daya tetas yang lebih tinggi, sementara konversi pakan dan mortalitas lebih rendah dibandingkan dengan cara tradisional dan semi intensif (Gunawan dan Sundari, 2003).
2. Jalur Pemasaran Ayam Kampung
Telur dan daging ayam Kampung memiliki pangsa pasar tersendiri. Hal ini ditunjukkan oleh harganya yang melebihi telur dan daging ayam ras serta banyak konsumennya. Ayam Kampung yang diperdagangkan sebagian besar (70 − 90%) merupakan ayam Kampung muda (Zakaria, 2004).
Jalur pemasaran ayam Kampung adalah: dari peternak, pedagang keliling, pedagang pengumpul, pedagang besar/poultry shop dan konsumen (Juarini et al. dalam Gunawan dan Sundari, 2003).
Merosotnya pengusahaan dan produksi ayam Kampung antara lain disebabkan oleh tujuan pemeliharaan belum spesifik sebagai petelur atau pedaging, potensi genetik yang relatih rendah, pemeliharaan dan pemberian makan masih tradisional; berkembangnya pengusahaan ayam ras sebagai ternak introduksi yang bersifat sistem usaha intensif; semakin sempitnya lahan untuk tempat pemeliharan; makin pesatnya pengembangan lahan untuk pemukiman; pengembangannya sangat tergantung pada profit margin yang diperoleh peternak; serta adanya larangan pemerintah karena merebaknya bahaya virus penyakit ayam (flu burung/Avian Influenza) bagi manusia bila dipelihara di pemukiman padat penduduk (Biyatmoko, 2003).
3. Pakan dan Kesehatan
Untuk memulai usaha ternak ayam Kampung dapat dimulai dengan membeli DOC dan melakukan seleksi sampai dengan ayam mulai bertelur. Hal lain dapat juga dilakukandengan membeli ayam dara (umur sekitar 20 minggu), dan membeli ayam yang sudah berproduksi (sekitar 7 bulan). Manajemen pakan yang diberikan untuk pakan ternak ayam Kampung tidak sesulit memelihara ayam broiler, layer, itik/bebek atau juga burung puyuh. Untuk mencapai produksi maksimal harus memperhatikan dan menjaga pakan yang diberikan. Pakan untuk ayam Kampung yang sudah berproduksi setidaknya mengandung protein 15% dan energi metabolis antara 2.800 – 2.900 kkal/kg (Ahmad, 2011).
Dengan menggunakan komposisi campuran konsentrat ayam layer dan dedak halus dengan perbandingan 1:4 sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ayam Kampung yang sedang berproduksi. Sangat dianjurkan dalam pemeliharaan induk untuk memberikan hijauan yang dicacah/dicincang kecil-kecil seperti tauge/kecambah, kangkung, bayam, selada air dan rumput-rumputan sebagai sumber vitamin dan mineral. Pemberian hijauan yang dianjurkan 0,75 – 1,5 kg/100 ekor. Permasalahan dalam pengembangan ayam Kampung antara lain masih rendahnya produksi dan produktivitas ayam Kampung, yang disebabkan karena masih kecilnya skala usaha (pemilikan induk betina kurang dari 10 ekor), mortalitas tinggi, pertumbuhan lambat, produktivitas ayam buras rendah akibat produksi telur rendah, berkisar antara 30 − 40 butir/tahun, dan biaya pakan tinggi (Zakaria, 2004).
Upaya optimalisasi produksi ayam Kampung salah satunya dapat dilakukan dengan perbaikan pakan dan membuat pakan murah dengan tetap memperhatikan kandungan zat-zat nutrien di dalamnya. Penyusunan pakan ayam Kampung pada prinsipnya sama dengan pakan ayam ras, yaitu membuat pakan dengan kandungan gizi sesuai dengan kebutuhan ayam agar pertumbuhan daging dan produksi telur sesuai dengan yang diharapkan (Sinurat, 1999).
Peningkatan industri peternakan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan pakan, terutama pakan hasil pertanian, seperti jagung dan kedelai. Seiring dengan peningkatan populasi manusia dan keterbatasan hasil pertanian, maka timbul permasalahan mengenai penggunaan hasil pertanian tersebut, menjadi pakan membutuhkan teknologi pengolahan. Telah dilakukan berbagai riset, salah satunya ialah pengolahan kulit singkong. Singkong merupakan tanaman tropis yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Umbi singkong telah digunakan oleh masyarakat umum untuk produksi tepung tapioka dan sebagai subtitusi makanan pokok. Kulit singkong yang merupakan bagian kulit luar umbi singkong tidak digunakan pada waktu penggunaan umbi, akan menjadi kandidat yang sangat baik untuk bahan pakan (LITBANG, 2013).
Vaksinasi perlu diberikan untuk menanggulangi dan mencegah penyakit menular, tapi minimnya pengetahuan akan berpengaruh terhadap proses vaksinasi. Obat atau antibiotik dapat didefinisikan sebagai anti bakteri yang diperoleh dari metabolit fungsi dan bakteri, sedangkan vitamin merupakan komponen organik yang berperan penting dalam metabolisme tubuh, walaupun ayam dalam jumlah sedikit, vitamin tetap dibutuhkan dan berperan cukup besar. Hal yang tak kalah pentingnya adalah pengendalian penyakit. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan tindakan, antara lain:
- Menjaga sanitasi lingkungan kandang, peralatan kandang dan manusianya,
- Pemberian pakan yang fresh dan sesuai kebutuhan ternak,
- Pemilihan lokasi peternakan di daerah yang bebas penyakit,
- Manajemen pemeliharaan yang baik, dan
- Kontrol terhadap binatang lain (Iwan, 2013).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
1. Waktu dan Tempat
Praktikum Ilmu Usaha Ternak tentang sejarah, sarana dan proses perkembangan usaha peternakan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 27 Mei 2015 pukul 15.30 WITA – selesai, bertempat di kandang peternakan unggas milik Bapak Mohammad Asril Adjis, S.Pt., MP yang berada di Jalan Tambuli, Desa Lolu, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi.
2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan kegunaan pada praktikum ilmu usaha ternak mengenai sejarah, sarana dan proses perkembangan usaha peternakan
No.
|
Nama Alat
|
Kegunaan
|
1.
|
Alat tulis-menulis
|
Untuk mencatat hasil pengamatan
|
2.
|
Kamera
|
Untuk memotret pengamatan dan dokumentasi
|
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada praktikum ilmu usaha ternak mengenai sejarah, sarana dan proses perkembangan usaha peternakan
No.
|
Nama Bahan
|
Kegunaan
|
1.
|
Usaha peternakan
|
Sebagai objek yang diamati
|
3. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
- Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan
- Mengamati lokasi kandang unggas
- Memeriksa fasilitas usaha
- Mencatat dan memotret hasil pengamatan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Usaha Peternakan
Usaha peternakan milik Pak Asril merupakan jenis usaha Multi Satwa Mandiri yang terletak di Jalan Tambuli, Desa Lolu, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi. Berdiri pada tahun 2003 dengan kapasitas pemesanan sekitar 5.000 ekor ayam. Awa mula usaha peternakan ini menetapkan ayam potong sebagai komoditinya kemudian beralih menggunakan ayam kampung, termasuk di dalamnya adalah bibit dan DOC.
Dengan modal awal usahanya sebesar Rp.10.000.000,- kemudian lahan seluas 1 ha hingga sekarang memiliki 4 buah kandang. Ruang lingkup usaha peternakan ini sendiri, yaitu pengolahan pakan, budidaya dan pasca panen.
B. Sarana dan Fasilitas
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh beberapa alat dan bahan yang dapat menunjang usaha peternakan milik Pak Asril, di antaranya:
- Mesin giling
Mesin giling yang digunakan pada usaha peternakan ini adalah untuk menggiling. Hasil gilingan tersebut digunakan untuk bahan baku atau sebagai campuran bahan pakan ternak ayam kampung.
- Timbangan
- Mixer
- Mesin perajang rumput (Chopper)
Mesin ini digunakan untuk merajang rumput, daun-daunan, dan batang tanaman sebagai pakan ternak menjadi lebih kecil. Di mana perajangan hijauan pakan ternak untuk memperoleh ukuran yang lebih kecil, sangat diperlukan dalam usaha di bidang peternakan. Hal tersebut perlu dilakukan supaya pakan ternak berupa rumput, daun-daunan dan batang tanaman basah mudah dikonsumsi oleh ternak dan juga mudah dicerna.
- Pakan
Jagung dan kulit telur (sumber mineral) dapat diberikan pada ayam kampung, di mana semua bahan bakunya dalam bentuk tepung. Kebutuhan pakan ternak dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan pakan ternak unggas
Kebutuhan
|
|
Usia
|
|
7 – 21
|
22 – 28
|
29 – panen
|
Jagung |
50 |
55 |
50 |
Konsentrat |
15 |
15 |
35 |
Dedak |
18 |
15 |
15 |
Tepung ikan |
15 |
15 |
– |
Minyak |
2 |
– |
– |
Protein |
19 |
19 |
19 |
Energi |
2.900 kkal |
2.800 kkal |
2.700 kkal |
C. Proses Kerja
Pada usaha peternakan yang ditekuni oleh Pak Asril terbilang cukup unik, karena dalam proses kerjanya menggunakan gas elpiji 3 kg untuk menghangatkan tubuh ayam kampung miliknya. Untuk awal pemberian pakan menggunakan butiran (jadi) sekitar 2 minggu, kemudian menggunakan bama dan setelahnya dapat dicampur dengan makanan campur. Hal tersebut difokuskan agar tercipta mutu isi yang baik. Proses pertumbuhan yang paling cepat di umur 2 minggu yang telah divaksin tetes (di umur 4 hari) lebih baik menggunakan makanan jadi. Tingkat kematian tergantung pada kondisi bukan pada jenis ayamnya, namun tetap ada standar kematian, biasanya 5%. Misalnya dipelihara dari awal pemeliharaan 1.000 ekor dan yang mati 500 ekor itu dapat dikatakan normal (5%), dan biasanya ayam potong lebih rentan dibanding ayam kampung. Dilakukan pencatatan atas kematian ayam-ayam tersebut tiap hari. Berbeda dengan kandang yang berada di sebelahnya, populasi ayamnya lebih sedikit (dari 1.300 ekor tersisa 100 ekor) dengan ukuran 0,8 – 1 kg sudah dapat dipotong. Mengenai harga yang dipatok perekor untuk 0,8 kg sebesar Rp.35.000,- sedangkan untuk 1 kg seharga Rp.40.000,-.
Untuk ayam kampung pasca panen, sasaran konsumennya adalah eceran, restaurant dan supermarket. Suplai dalam bentuk karkas tersedia untuk hypermart. Jika pemeliharaannya bagus, maka dapat dipanen pada umur 7 minggu. Namun jika pemeliharaannya kurang bagus, maka dapat bergeser hingga 8 minggu panen. Pemilihan bibit dapat berpengaruh terhadap bagus tidaknya pemeliharaan. Bibit diperoleh dari Surabaya. Seller mendapat 2 boks bibit untuk kejadian yang tidak diinginkan dalam perjalanan, misal ternak yang terdapat di boks utama tersebut mati maka dapat penggantinya di boks bonus. Perusahaan yang memasarkan dari PT. Ayam Kampung Indonesia, milik BALITNAK. Dengan memiliki induk dan mesin penetas dapat memproduksi bibit sendiri walaupun tidak 100% pure ditetaskan sendiri, minimal ada yang ditetaskan. Karena bibit sampai ke Palu dengan harga Rp.9.800,-, jika ditetaskan sendiri akan jauh lebih murah. Status kerja pemilik usaha peternakan ini dapat dibilang sebagai perantara. Jika ada yang memesan bibit, Pak Asril yang memesan langsung dari Surabaya dengan minimal pengiriman 10 boks atau sekitar 1.000 ekor bibit atau DOC. Bibit yang telah sampai langsung dipelihara dan setelah panen dibeli kembali dari bibit milik mitra atau teman yang telah memesan bibit namun Pak Asril sendiri yang memeliharanya karena jumlah permintaan yang diinginkan oleh langganan kadang tidak cukup.
Pak Asril mengatakan bahwa, sebagus apapun pakan buatan sendiri namun lebih bagus buatan pabrik dikarenakan kualitas pakannya terkontrol, jenis bahan baku yang digunakan lebih banyak (10 – 12 macam bahan baku), proses pembuatannya dengan alat atau mesin modern. Pakan bama tidak dipakai terus-menerus, jika hal itu terjadi maka pengusaha mengalami kerugian dan biayanya juga besar. Bibit dibeli 10 boks dengan harga Rp.9.500.000,- belum termasuk pakan. Dengan kisaran penghabisan pakan oleh ayam sebesar 2,5 – 3 kg pakan mencapai masa panen.
Penanganan penyakit yang dilakukan pada usaha peternakan ini, yaitu dengan melakukan program pencegahan. Pemberian obat pada umur tertentu supaya mencegah timbulnya penyakit. Dalam kasus penyakit ngorok masih bisa disembuhkan, sedangkan ende dan gumboro harus divaksin karena penyakit ini termasuk penyakit ganas. Selain itu, pemberian pakan pada umur 2 minggu adalah tiap jam, kecuali pada malam hari lebih banyak. Berbeda lagi jika sudah bertambah besar, maka pemberian pakannya juga sedikit (2 kali sehari). Salah satu kekurangan ayam kampung adalah sifat kanibalismenya tinggi, yang dapat disebabkan oleh faktor genetik, kekurangan nutrisi dan grid (batu-batuan) yang tidak ada. Caranya adalah dengan pemberian kulit telur yang telah dikeringkan lalu diremas-remas kemudia ditabur pada pakan ternak. Dan programnya adalah dilakukan pengcekan tiap jam untuk menciptakan animal wellfare.
D. Kelebihan dan Kekurangan Usaha Peternakan
Berdasarkan hasil pengamatan langsung dapat diketahui kelebihan dari usaha peternakan ini, yaitu usahanya terbilang cukup sukses dengan banyaknya minat teman atau orang-orang yang ingin memiliki bibit langsung berkunjung ke tempat Pak Asril, namun kekurangannya adalah belum bisa menjadi supplier dengan produksi bibit sendiri dikarenakan alat atau mesin tetas dan indukan yang belum ada. Kemudian pasokan daging maupun karkas ke tempat-tempat perbelanjaan sudah terpenuhi sebagian dari usaha peternakan ini, jadi termasuk usaha yang begitu menguntungkan dengan skala kecil dan dapat menjadi pedoman bagi pemula. Kekurangan yang lain adalah belum tersedianya mesin-mesin modern yang bisa mengantarkan usaha peternakan ini ke arah yang lebih baik lagi, sebaiknya perlu diadakan mesin penimbang duduk digital demi majunya usaha peternakan unggas milik Pak Asril. Dilihat dari lokasi dan bangunannya sudah strategis dengan 4 jumlah kandang yang salah satu kandangnya dapat digunakan sebagai tempat para mahasiswa yang sedang melakukan penelitian dalam jangka waktu panjang. Namun sedikit koreksi terdapat pada kandang panggung yang terlalu tinggi, perlu ditambahkan penyangga lagi agar jika seseorang berjalan di atasnya tidak terseok-seok.
V. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan praktikum yang telah dikemukakan, dapat ditarik suatu kesimpulan, yaitu usaha peternakan unggas milik Pak Asril merupakan jenis usaha Multi Satwa Mandiri dengan penyediaan sarana seperti mesin penggiling, chopper, mixer dengan penggunaan bahan pakan seperti jagung dan kulit telur.
2. Saran
Saran yang dapat dikemukakan dalam praktikum ini adalah perlu adanya mesin supplier maupun mesin-mesin modern agar menunjang usaha peternakan unggas di Palu dan dapat bersaing dengan pengusaha lain di luar provinsi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. 2011. Peluang Usaha Ayam Kampung Penghasil Telur Tetas. (online). (http://akubelajarbisnis.blogspot.com/). Diakses pada hari Sabtu tanggal 30 Mei 2015.
Biyatmoko. 2003. Permodelan Usaha Pengembangan Ayam Buras dan Upaya Perbaikannya di Pedesaan. Makalah Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian Subsektor Peternakan. Banjarbaru, 8 – 9 Desember 2003. BPTP Kalimantan Selatan, Banjarbaru, hlm. 1 − 10.
Gunawan dan M.M.S., Sundari. 2003. 2003. Pengaruh Penggunaan Probiotik dalam Ransum terhadap Produktivitas Ayam. Wartazoa 13(3): 92 − 98.
Iwan, 2013. Panduan Praktis Cara Memelihara Ayam. (online). (http://beternak-ayam-kampung.blogspot.com/). Diakses pada hari Sabtu tanggal 30 Mei 2015.
LITBANG. 2013. Kulit Singkong Sebagai Pakan Ternak Unggas. (online). (http://www.litbang.pertanian.go.id/). Diakses pada hari Sabtu tanggal 30 Mei 2015.
Nataamidjaja, G., H. Resnawati, T. Antawidjaya, I. Barehilla dan D. Zainuddin. 1990. Produktivitas Ayam Buras di Dataran Tinggi dan Dataran Rendah. J. Ilmu dan Peternakan 4(3): 283 − 286.
Sapuria, A. 2006. Evaluasi Program Intensifikasi Penangkaran Bibit Ternak Ayam Buras di Kabupaten Pandeglang. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sartika, T. 2005. Peningkatan Mutu Bibit Ayam Kampung melalui Seleksi dan Pengkajian Penggunaan Penanda Genetik Promotor Pralaktin dalam Mas Market Assiated Selection untuk Mempercepat Proses Seleksi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sinurat, A.P. 1999. Penggunaan Bahan Pakan Lokal dalam Pembuatan Ransum Ayam Buras. Wartazoa 9(1): 12 − 20.
Sulandari, S., M.S.A. Zein, S. Priyanti, T. Sartika, M. Astuti, T. Widjastuti, E. Sujana, I. Setiawan dan G. Garnida. 2007. Sumber Daya Genetik Ayam Lokal Indonesia dalam Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Iimu Pengetahuan Indonesia, Bogor. hlm. 45 − 104.
Wikipedia. 2011. Peternakan Unggas. (online). (http://id.wikipedia.org/). Diakses pada hari Sabtu tanggal 30 Mei 2015.
Zakaria, S. 2004. Pengaruh Luas Kandang terhadap Produksi dan Kualitas Telur Ayam Buras yang dipelihara dengan Sistem Litter. Bull. Nutrisi dan Makanan Ternak 5(1):1−11.